Friday 26 September 2014

Mengungkap Bukti 4+4+4+4+4+4 = 6x4 = 4x6





Bagaimana perasaan anda ketika melihat pict di atas? Miris bukan?. Yah benar, inilah negeri kita tercinta Indonesia. Topik ini sekarang menjadi tranding topik nasional. Kasus ini berawal dari seorang mahasiswa yang menguplod di sosmed foto pekerjaan rumah adiknya. Alhasil Saling cerca dan hina menghiasi kotak komentar kasus ini. Berikut penampakkanya:


Karena foto ini populer dengan sangat cepat, maka akhirnya kasus ini dapat tanggapan dari Kemendikbud dan menegur guru yang telah berbuat seperti ini.

Pertama-pertama saya minta kepada kalian semua termasuk Kemendikbud untuk stop dan jangan saling menjudge apalagi meremehkan orang lain. Introspeksi dulu dan Alangkah baiknya sebelum menjudge kita lihat latar belakangnya terlebih dahulu.

Di buku ajaran atau panduan guru yang kami terima, termasuknya di dalamnya terdapat tanda legalisasi peredaran dari Kemendikbud memang tertulis jelas, bahwa instruksinya adalah sesuai dengan koreksi yang telah dilakukan guru pada foto tersebut. Maka stop jangan langsung menjudge guru.

Kasus ini mengingatkan kenangan saya waktu masih menjadi Mahasiswa calon guru, yang dari dosenpun diajarkan seperti ini.

Penulisan yang benar menurut beliau dari 4+4+4+4+4+4 adalah karena empatnya ditulis "enam kali" maka yang ditulis terlebih dahulu adalah 6x baru kemudian ditambah 4 dibelakangnya, jadi = 6x4. Saya langsung kontra dan memberikan interupsi dalam hal ini. Kenapa tidak 4x6 karena saya bacanya Pake bahasa jawa : "Papate ditulis ping enem atau papate ping enem?". Saya langsung mendapat reaksi kurang enak dari teman-teman dan Dosen saya menjawab dengan tersenyum dengan penjelesan sebagai berikut.

"Permasalahan ini dapat disamakan dengan kasus resep obat dokter. Dokter selalu menulis 3x1 pada obatnya dan mengandung pengertian obatnya harus di minum 3 kali dalam sehari yakni pagi, siang, malam. Jika tertulis terbalik maka nanti bisa menghasilkan pengertian yang salah yakni 1x3 bermakna minum sekali 3 obat dalam sehari. yo langsung over dosis kowe!" Lalu saya terdiam dan berusaha untuk mencernanya.



Permasalahan di atas ternyata langsung saya alami kejadian nyatanya pada waktu menjadi guru sukwan dan menjadi wali kelas 2 pada tahun 2009-2010. Betapa susahnya jadi guru, Hati masih berontak dan kurang yakin dengan jawaban dosen saya, ditambah lagi Buku-buku yang dicetak semua instruksi pengerjaanya juga sama persis dengan instruksi dosen saya. Maka dalam hati saya, jika saya mengajar sesuai dengan hati saya, maka akan banyak orang yang akan menegur saya termasuk teman-teman guru dan kepala sekolah karena tidak memperhatikan instruksi. Maka sayapun mengajar sesuai dengan apa yang telah diintruksikan.

Berbagai pertanyaan kritis terlontar dari anak didik saya, dan pertanyaanya juga sama persis seperti apa yang telah saya tanyakan kepada dosen saya, maka saya dengan hati kurang mantab menjelaskan alasannya terhadap anak didik saya sesuai dengan jawaban dari dosen saya. Apa daya saya sebagai seorang manusia biasa?


Setelah 4 tahun berlalu, dan sejak 2010 saya memang memutuskan untuk berhenti menjadi guru karena berbagai alasan yang kurang menguntungkan (pendidikan, situasi kondisi dilingkup kerja, masa depan/mw nikah, dan pendapatan) kini kasus ini kembali mencuat ke permukaan dan bahkan sangat populer di skala nasional, maka saya merasa terketuk untuk mencari jawaban yang selama ini pernah mengusik dan mengganjal di hati saya. Saya tidak ingin menjudge dan memang saya tidak pernah meyakini sepenuh hati(ragu) tentang doktrin yang telah diajarkan , maka saya lebih memilih mencari jawaban sesuai dengan Dasar Penalaran saya. Dan Alhamdulillah saya lebih yakin dengan dasar jawaban berikut.

Permasalahan Resep Dokter : 3x1?



Saya Minum Obat 3 kali dalam sehari. 

• Jawaban Pertama:
Jika :
Sehari = 1


Maka Penulisan Operasionalnya adalah
Sehari x 3 Obat = 3 Obat x Sehari
1 x 3 Obat = 3 Obat x 1
3 Obat = 3 Obat


• Jawaban ke Dua
Jika:
Sehari = Pagi+Siang+Malam


Maka Penulisan Operasionalnya adalah

3 Obat = Sehari atau Sehari = 3 Obat.
3 Obat = Pagi + Siang + Malam atau Pagi+ Siang + Malam = 3 Obat.

Bukan 1x3 atau 3x1 karena sehari terhitung 3 waktu.



Main Problem:
Penulisan : 4+4+4+4+4+4 ?


Bhs Indonesia : Empatnya di Tulis “6 kali”
Maka Penulisannya :
6x4 bacaanya : Enam kalinya empat.

Bhs. Jawa Ngoko : Papate ditulis ping enem.
Tulisane :
4 x 6 Bacaanya : papate ping enem.

NB : 

Kesimpulan: 
Dokter bukan Ilmuwan Matematika , Dokter tidak mempunyai kredibilitas untuk membuat suatu hukum penulisan operasional bilangan yang baku. Apa yang dituliskan oleh dokter juga sah-sah saja karena Dia selalu menyertakan penjelasan bagaimana obatnya itu nanti diminum. Jika di tulis 1x3 pun tidak masalah jika pengertiannya adalah dalam sehari obate dipun unjuk kaping tiga (tigo).

Pada intinya anda Bingung Nulis opo Bingung Ngombe Obat?
Hater says : Kalau gitu sudah jelas, yang benar adalah yang pakai Bahasa Indonesia. Karena di sekolah-sekolah diwajibkan pakai Bahasa Indonesia. Kalau Pakai bahasa Jawa ya gak masuk akal.
Ilmuwan Matematika Says: Matematika adalah Bahasa yang Universal. Sing Gak Universal iku Permasalahan, Bosomu lan Penalaranmu..

Tambahan: 
Hater says : Tapi ini kan menjelaskan sebuah konsep matematika?
Saya: Konsep matematika???? Jika konsep yang anda maksud adalah konsep "perkalian adalah penjumlahan berulang", maka jawaban ke dua-duanya tidak ada masalah dan memang sudah benar, dan tidak mengurangi intisari dari konsep tersebut. Justru dengan membenarkan/menyalahkan salah satunya akan menanamkan konsep baru bahwa axb tidak sama dengan bxa (perkalian tidak memiliki sifat komutatif).

Jika yang ingin ditekankan adalah mana yang lebih dulu ditulis, maka wajib di sertakan clue/persoalannya/permasalahannya supaya tidak menimbulkan sudut pandang yang ambigu. Sama dengan kata "Tahu", jika tidak ada clue maka sah-sah saja di tulis tahu makanan atau tahu mengetahui.


By : Prof Drs, Mp . MM. Mumet Puspito, S.Pd.


Berbicara atau menghina seseorang memang semudah membalikkan telapak tangan. Anda sebagai pengamat (bukan guru) memang akan sangat mudah menghina kekurangan seorang guru,namun apakah anda bisa menjadi seorang guru? Guru memang terlihat sosok sempurna di mata muridnya, dan bagi anda guru seharusnya adalah seorang yang sempurna. Namun realitanya, guru hanyalah sosok pion kecil yang langkahnya sangat bergantung pada yang menjalankannya. Guru tidak bisa berjalan sendiri,guru harus tunduk pada aturan/Birokrasi yang ada. Siapa yang membuat aturan? yang membuat aturan adalah Atasan. Siapa Atasannya? Berikut urutan birokrasinya :
Guru - Kepsek - Dinas Pendidikan - Pembuat kurikulum - Kemendikbud. Tidak jarang guru harus mengubur dalam-dalam setiap prinsipnya jika memang tidak sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan. Jika aturan tidak dilaksanakan maka guru akan disalahkan, dan jika ada aturan yang tidak sempurna maka guru juga akan disalahkan. Guru bisa berbicara lantang dan selalu didengar muridnya di kelas, namun ketika dihadapan birokrasi suara seorang guru ibarat angin yang berlalu. Guru ibarat sapi perah, yang selalu diperas susunya dan ketika tidak bisa menghasilkan susu maka wajib dibawa ketukang jagal.

Sebaliknya, sebagai seorang guru jangan sampai kita sok pintar dan berbicara kasar karena didasari oleh emosi. Jika ingin menyanggah pendapat, introspeksi dulu, berpikir secara dingin dan cari dasar yang kuat baru kemudian sanggahlah secara halus dan beri penjelasan yang mudah dicerna. Jika salah maka kita wajib mengakui kesalahan kita,karena guru juga manusia yang tidak akan selalu benar.

Dalam hidup ini sangat penting kita bisa ber-empati satu sama lain, sehingga kehidupan saling cerca dan menghina hanya karena atas dasar emosi membuat kita tidak berfikir secara rasional. Biasakan hidup dengan berfikir bagaimana seandainya aku jadi mereka dengan melihat situasi dan kondisi yang ada maka apa yang akan aku lakukan? Oh mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama jika aku menjadi dia jika permasalahanya seperti itu. Dan biasakan menyanggah disertai dengan dasar yang kuat dan tidak asal menjudge saja dan merasa Andalah yang benar sendiri namun tidak bisa membuktikan kebenaran tersebut.